penggunaan radiasi terahertz sebagai metode inovatif dalam pengobatan kanker
Gelombang elektromagnetik terahertz, yang spektrumnya berada di antara wilayah gelombang mikro dan inframerah (0,1-10 THz), telah digunakan untuk diagnosis dan pencitraan kanker. Dalam upaya menemukan sinyal spesifik untuk pengukuran ini, sidik jari resonansi terahertz kanker telah diamati secara langsung pada 1,65 THz untuk beberapa jenis kanker. Sinyal resonansi ini diyakini berasal dari metilasi abnormal dalam DNA, yang merupakan modifikasi epigenetik sebelum mutasi genetik dalam perkembangan kanker. Jika fitur ini benar-benar bersifat resonan, maka mungkin dapat dikendalikan atau dimanipulasi menggunakan radiasi terahertz pada frekuensi tersebut.
Dalam penelitian ini, dijelaskan secara rinci tentang bagaimana menemukan resonansi terahertz dari DNA kanker yang berasal dari metilasi, serta cara manipulasi untuk demetilasi menggunakan radiasi terahertz resonan. Selain itu, hubungan antara demetilasi dan pengobatan kanker akan dibahas.
Karena regulasi abnormal ekspresi gen dapat menyebabkan karsinogenesis, metilasi DNA, yang berperan dalam regulasi ekspresi gen, menjadi faktor kritis dalam penelitian dan pengobatan kanker. Karakteristik terahertz dari metilasi sitidin, salah satu nukleosida, memberikan petunjuk tentang sidik jari resonansi metilasi DNA. Dalam larutan berair, dilakukan pelacakan dan pengamatan resonansi molekuler DNA genomik dari dua kontrol (293T, M-293T) dan lima jenis kanker (PC3 - kanker prostat, A431 - kanker kulit, A549 - kanker paru-paru, MCF-7 - kanker payudara, SNU-1 - kanker lambung) menggunakan teknik pembekuan dan koreksi baseline. Amplitudo sinyal resonansi bergantung pada jenis sel kanker asal DNA tersebut. Sinyal ini dikuantifikasi untuk mengidentifikasi jenis sel kanker, dan hasilnya serupa dengan metode kuantifikasi biologis ELISA.
Puncak resonansi dalam spektrum tidak hanya menunjukkan keberadaan dan jumlah metilasi dalam DNA, tetapi juga menjadi target manipulasi metilasi DNA untuk mengontrol ekspresi gen dalam DNA kanker dengan memutus ikatan metil. Untuk mengurangi tingkat metilasi, dilakukan iradiasi dengan radiasi terahertz daya tinggi yang dihasilkan dari kristal LiNbO₃ yang digerakkan oleh amplifier regeneratif 1 kHz dan difilter dengan bandpass filter agar sesuai dengan frekuensi resonansi metilasi DNA. Salah satu hasilnya menunjukkan bahwa tingkat metilasi M-293T, yang awalnya tinggi, menurun hingga setengahnya setelah paparan radiasi, mendekati tingkat 293T (kontrol). Hasil ini juga divalidasi menggunakan metode ELISA.
Untuk mengevaluasi efek demetilasi pada DNA kanker yang sebenarnya, radiasi terahertz daya tinggi diterapkan pada beberapa jenis DNA kanker darah, termasuk limfoma sel T, limfoma sel B, limfoma Burkitt, leukemia limfoblastik akut sel T (T-ALL), dan leukemia myeloid akut (AML). Eksperimen ini menggunakan metode yang sama seperti M-293T. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat metilasi DNA berkurang secara signifikan dalam sebagian besar sampel kanker darah, meskipun rasio demetilasi bervariasi (sekitar 10-70%).
Selain itu, kanker padat seperti kanker payudara (MCF-7) juga menunjukkan puncak resonansi sekitar 1,6 THz, yang menurun hingga sekitar setengah amplitudonya setelah paparan radiasi terahertz daya tinggi. Ini menunjukkan bahwa radiasi terahertz resonan juga dapat menginduksi demetilasi pada DNA kanker padat.
Demetilasi sel melanoma tanpa ekstraksi DNA kanker juga berhasil dilakukan menggunakan radiasi terahertz resonan. Tingkat demetilasi sekitar 15%, yang terjadi dalam struktur sel alami.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa resonansi molekuler DNA kanker berada dalam wilayah terahertz dan dapat dikendalikan dengan iradiasi radiasi terahertz daya tinggi. Ini merupakan pertama kalinya manipulasi metilasi DNA dilakukan menggunakan teknik optik. Manipulasi metilasi dalam DNA kanker menjadi isu penting dalam terapi epigenetik kanker karena metilasi DNA yang tidak normal dapat menyebabkan ekspresi gen yang abnormal.
Meskipun sudah ada beberapa obat inhibitor kimia untuk demetilasi DNA yang mengurangi metilasi abnormal dalam sel kanker, obat-obatan tersebut masih memiliki risiko efek samping yang tinggi. Karena metode ini bersifat non-invasif, non-ionisasi, dan tidak menggunakan label, serta bekerja pada frekuensi resonansi spesifik, maka metode ini dapat menjadi solusi efektif untuk terapi kanker baru dengan efek samping yang minimal. Dengan demikian, seperti halnya "gunting genetik" dalam biologi, teknik terahertz ini dapat digunakan sebagai "gunting epigenetik" yang berpotensi menyebabkan demetilasi DNA kanker.
>>> LINK JURNAL <<<
© Copyright 2025. All Rights Reserved by Prife Indonesia